If I had one wish, I'd like to not know you at all.
It's not that I regret, well maybe a little bit, but because perhaps.. you're not that important anymore
maybe you don't even deserve that chapter
maybe someone else should have had that chapter
but fuck it.. the echoes of your name still feels like lemon on a fresh cut wound
Sunday, December 21, 2014
Monday, December 1, 2014
-
You know how I feel right now? It's like having so much to say, but I have my mouth stuffed with gauze pads and not being able to let out a word.
What game are you on, universe?
I once forgot what causes my chest left opened, I forgot the pain.
It was all good, all so well.
All other things running around in my mind, I sense a bit of you has finally gone missing.
But, the universe won't stop its game on me.
A glimpse of it comes back again.
This time, I'm losing myself. Only with a thought of you.
It was all good, all so well.
All other things running around in my mind, I sense a bit of you has finally gone missing.
But, the universe won't stop its game on me.
A glimpse of it comes back again.
This time, I'm losing myself. Only with a thought of you.
Sunday, August 24, 2014
Terimakasih
Iya, buat kamu.
Makasih ya udah mewarnai kelabu,
mengukir senyuman di wajah,
menoreh kenangan di benak,
bukan masalah seberapa lama kamu ada,
tapi tentang apa yang sudah kamu tinggalin buat aku,
kamu bikin aku percaya,
bahwa masih ada aja orang baik,
masih ada aja yang bisa aku percaya,
dan bahwa,
sampai pada akhirnya pun,
aku selalu punya alasan buat tersenyum.
Terimakasih
Makasih ya udah mewarnai kelabu,
mengukir senyuman di wajah,
menoreh kenangan di benak,
bukan masalah seberapa lama kamu ada,
tapi tentang apa yang sudah kamu tinggalin buat aku,
kamu bikin aku percaya,
bahwa masih ada aja orang baik,
masih ada aja yang bisa aku percaya,
dan bahwa,
sampai pada akhirnya pun,
aku selalu punya alasan buat tersenyum.
Terimakasih
Sunday, August 17, 2014
Lebih dari Catatan Seorang Demonstran
“Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan,”
Setelah menonton film
dokumentasi Gie, mungkin, saya pribadi tidak akan pernah memahami seorang Gie,
namun saya rasa mengenal dan sekedar mengetahui sosok Gie bisa dikatakan cukup.
Pemahaman dan pandangannya yang radikal, dan juga kontroversial memang seakan
akan sulit mengerti. Untuk apa, seorang Gie, keturunan Cina –yang merupakan
kaum minoritas, memperjuangkan hal hal yang terkadang melampaui batas pemikiran
mahasiswa pada umumnya? Belum lagi fakta bahwa semasa hidupnya, beliau hidup di
era demokrasi terpimpin, dimana kekuasaan “pemerintah” begitu besar.
Mengemukakan hal hal yang begitu kritis dan seakan akan menjatuhkan
pemerintahan bukanlah sebuah hal yang umum. Kebanyakan golongan memilih untuk
bersikap apatis, daripada ditangkap dan diasingkan, meskipun mereka pun tidak
setuju dengan jalannya pemerintahan yang sewenang wenang. Namun, Soe Hok Gie
memiliki jalan pikirnya sendiri.
“Guru
yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa dan selalu
benar. Dan murid bukan kerbau.”
Pribadi Gie yang
dapat kita ketahui dari filmnya sendiri, pribadi yang idealis sudah terlihat
dari sejak ia masih duduk di bangku sekolah. Lucu, melihat seorang siswa begitu
keukeuh akan pendapatnya dan berdebat
dengan sang guru hanya karena masalah sepele, Chairil Anwar itu penulis atau
hanya penerjemah. Gie muda yang begitu keukeuh
sampai kehilangan 3 poin dari nilai ulangannya hanya karena ia dianggap tidak
sopan terhadap guru. Namun, dengan berani dan gamblang pun ia katakan bahwa
guru bukanlah dewa yang selalu benar, dan murid bukanlah kerbau. Guru juga
harus bisa menerima kritik dari murid muridnya. Ketika sahabatnya heran akan
tindakan Gie yang kalau dipikir pikir sedikit nyeleneh, Gie kecil pun menjawab
bahwa kehidupan bebas yang mereka nikmati sekarang adalah hasil perlawanan para
pejuang bangsa. Cara pemikiran Gie unik dan jauh dari pemikiran murid murid
lainnya. Namun walaupun dikatakan tidak sopan, pemikirannya yang berani
akhirnya menjadi suatu ciri khas seorang sosok Gie, yang berdiri teguh pada
nilai nilai kebenaran dan kebenciannya akan ketidakadilan.
“Aku bersamamu,
orang orang Malang.”
Gie bukanlah
sosok yang menutup mata terhadap lingkungan di sekitarnya. Ketika ia menemui
seorang pemakan kulit mangga di pinggir jalan, tanpa ragu ia pun memberikan
uang yang ia punya, hanya demi membantu orang tersebut. Gie yang sadar akan
kondisi pemerintahan pada masa itu pun menyatakan betapa ketidakadilan merajalela.
Ketika rakyat mengais-ngais sampah hanya untuk mengisi perut, para pemimpin
Negara sedang asyik berfoya foya dengan uang yang bukan hak mereka.
“Lebih
baik mahasiswa yang bergerak, maka lahirlah sang demontsran.”
Semasa kuliahnya,
pribadi Gie yang kritis seakan akan belum mendapatkan wadah yang tepat untuk
berkembang. Kehidupan berorganisasi pada saat itu masih berbau SARA, sesuatu
yang Gie hindari. Dari antara begitu banyaknya ajakan untuk ikut dalam satu
organisasi tertentu, organisasi yang Gie jalankan adalah MAPALA, sesuatu yang
memang menarik minatnya. Namun Gie yang dikenal sebagai sosok yang intelek
banyak membagikan pandangannya akan kehidupan politik masa kini dalam berbagai
diskusi, ketika ia menyatakan bahwa walaupun muda, harus tetap berani menentang
ketidak adilan. “Ketika Hitler mulai
membuas maka kelompok Inge School
berkata tidak. Mereka (pemuda-pemuda Jerman ini) punya keberanian untuk berkata
"tidak". Mereka, walaupun masih muda, telah berani menentang
pemimpin-pemimpin gang-gang bajingan, rezim Nazi yang semua identik. Bahwa
mereka mati, bagiku bukan soal. Mereka telah memenuhi panggilan seorang
pemikir. Tidak ada indahnya (dalam arti romantik) penghukuman mereka, tetapi
apa yang lebih puitis selain bicara tentang kebenaran.” Gie tetap aktif
menulis dan tetap pada pendiriannya, menentang ketidakadilan. Tulisan Gie
dengan ciri khasnya, yang berani, gamblang, jujur, dan penuh kritik, namun
tidak membabi buta karena tulisannya berdasarkan analisis terlebih dahulu, pun
pada akhirnya banyak dikenal orang sehingga pada akhirnya banyak mewarnai kolom
kolom berita harian pada era itu.Tidak hanya aktif dan menulis, Gie juga ikut
aktif dalam berbagai demonstrasi yang banyak dilakukan oleh mahasiswa pada masa
itu untuk menggulingkan kekuasaan pemerintah.
“Di
Indonesia hanya ada dua pilihan. Menjadi idealis atau apatis. Saya sudah lama
menjadi idealis, sampai batas-batas sejauh-jauhnya”
Ketika banyak
dari teman teman aktifisnya yang tergiur dengan kedudukan di parlemen dan semua
harta harta tawaran pemerintah, Gie tidak tergiur dan tetap pada semangatnya
untuk memperjuangkan keadilan. Sosok yang begitu teguh akan pendiriannya
sendiri, dan juga sosok yang begitu benci terhadap ketidakadilan dan begitu
kritisnya menyatakan pendapatnya mengenai pemerintahan. Keberanian Soe dalam
bertindak, berkata, dan menulis memang kontroversial. Di satu sisi, keberanian
dan ketajaman tulisannya menuai banyak pujian karena ia menyatakan dengan
gamblang semua yang ia lihat dari sudut pandangnya. Namun di satu sisi,
tulisannya yang terlalu tajam itu pun menuai banyak kritik dan ia pun pada
akhirnya memiliki musuh. Ketika pada akhirnya tulisannya menuai banyak ancaman,
Gie pun menyatakan bahwa ia mulai merasa sendiri, yang digambarkan dengan jelas
dalam bagian akhir dari film Gie dimana ia pun akhirnya kembali ke lembah
Mandalawangi.
Mungkin sosok
seperti Soe Hok Gie bukanlah sosok yang akan mudah kita temukan dewasa ini.
Seorang sosok intelektual, yang sudah menelan berbagai buku filsuf, buku
sastra, dan buku referensi semenjak remaja, yang memiliki semangat yang
terarah. Bukan sekedar tong kosong, namun sesuatu yang berbobot dan
berlandaskan pada nilai nilai kebenaran. Kondisi bangsa kita sekarang ini pun
tidak lebih baik dari era 1960an, dimana korupsi dan kesewenang wenangan masih
berjamur di parlemen. Semangat dan keberanian, serta kejujuran beliau merupakan
kualitas diri yang sekiranya masih dibutuhkan hingga saat ini, tidak hanya pada
era 1960an.
Sosok Soe Hok Gie
bukan hanya sebagai seorang demonstran, namun semangatnya dan keberaniannya
seakan akan bersuara dengan lantang mengenai keadilan. Tidak hanya adu otot
dengan aparat pemerintahan saat itu, sosok Soe Hok Gie juga adu otak.
Menyatakan sudut pandangnya dengan analisis yang sudah ia lakukan terlebih dahulu
dan bukan hanya omongan belaka yang tidak berdasar. Kegigihannya dalam
memperjuangkan keadilan, dan keteguhannya pada pendirian seakan akan menampar
mental apatis bangsa Indonesia dewasa ini.
Friday, June 20, 2014
I was clearing old and useless photos of my old design projects on my phone when I came across of a picture, the last picture I took with my girls as a whole. Needless to say that my heart was beating faster, there's this mixed feeling between happiness and sadness. I then caught myself smiling, my mind started wandering all over the place. "When will I get to see you guys as a whole again?"
Well, it's amazing how a 16gb phone is filled with. Memories.
Well, it's amazing how a 16gb phone is filled with. Memories.
Sunday, June 15, 2014
Emotional
Yep. Just one of those nights.
Sometimes crying really make you feel better.
Kleenex, here you go.
Sometimes crying really make you feel better.
Kleenex, here you go.
Sunday, June 1, 2014
Tuesday, May 13, 2014
Jangan jatuh cinta
Jangan jatuh cinta,
Kalau kamu gak berani menerima penolakan,
Kalau kamu gak kuat ketika harapan mu dihancurkan
Kalau kamu gak berani ditinggalkan
Jangan jatuh cinta,
Kalau kamu cuman mau mainin perasaan
Kalau kamu berharap imbalan
Kalau kamu balas balasan
Jangan jatuh cinta,
Kalau kamu hanya mau dimengerti
Kalau kamu membuat dia sakit hati
Kalau kamu hanya saling menyakiti
Jangan jatuh cinta,
Kalau air mata nya tidak membuat mu menangis
Kalau deritanya tidak membuat hati mu terkikis
Kalau bukan dia yang bisa membuatmu menangis
Malam yang panjang.
Tuesday, April 8, 2014
Mendewasa
Banyak yang bilang bahwa semakin tua itu pasti, tapi mendewasa adalah pikiran.
Tapi menurut saya.. akan ada titik tertentu dimana kamu akan merasa bahwa apa yang kamu pikir dulu mau kamu lakukan, mau kamu capai, semuanya berbeda. Menurut saya, itu lah titik dimana kamu pada akhirnya mendewasa, meninggalkan pola pikir lama. Cara pikir kamu, cara kamu menanggapi orang, cara kamu melihat dunia, cara kamu mengartikan kebahagiaan, cara kamu melihat yang salah dan benar, dan berbagai hal akan terlihat berbeda.
Mungkin pada akhirnya saya sampai juga di titik itu.
Ketika sekarang saya tahu bahwa selain kebahagiaan orang lain, kebahagiaan saya sendiri juga tidak kalah pentingnya. Bagaimana saya bisa membuat yang lain bahagia kalau diri sendiri saja belum bisa bahagia?
Kalau beberapa bulan yang lalu saya berpikir bahwa kebahagiaan adalah bisa mendapatkan apa yang saya mau. Seklise itu, sedangkal itu. Dan hanya dalam hitungan bulan saya menyadari bahwa bahagia adalah ketika saya berhasil membuat Mama dan Papa bangga. Ketika sebuah kalimat "I am proud of you" keluar dari mulut Mama dan Papa. Masih seklise itu. But that's what I am working on right now. To make Mama and Papa proud.
Saya sadar akhirnya bahwa jangan pernah menyandarkan kebahagian pada orang lain karena kita tidak tahu kapan orang itu pergi meninggalkan kita. We are in charge of our own happiness and no one shall define our happiness.
Pada akhirnya.. saya sadar bahwa bahagia akan datang dari diri sendiri.
Tapi menurut saya.. akan ada titik tertentu dimana kamu akan merasa bahwa apa yang kamu pikir dulu mau kamu lakukan, mau kamu capai, semuanya berbeda. Menurut saya, itu lah titik dimana kamu pada akhirnya mendewasa, meninggalkan pola pikir lama. Cara pikir kamu, cara kamu menanggapi orang, cara kamu melihat dunia, cara kamu mengartikan kebahagiaan, cara kamu melihat yang salah dan benar, dan berbagai hal akan terlihat berbeda.
Mungkin pada akhirnya saya sampai juga di titik itu.
Ketika sekarang saya tahu bahwa selain kebahagiaan orang lain, kebahagiaan saya sendiri juga tidak kalah pentingnya. Bagaimana saya bisa membuat yang lain bahagia kalau diri sendiri saja belum bisa bahagia?
Kalau beberapa bulan yang lalu saya berpikir bahwa kebahagiaan adalah bisa mendapatkan apa yang saya mau. Seklise itu, sedangkal itu. Dan hanya dalam hitungan bulan saya menyadari bahwa bahagia adalah ketika saya berhasil membuat Mama dan Papa bangga. Ketika sebuah kalimat "I am proud of you" keluar dari mulut Mama dan Papa. Masih seklise itu. But that's what I am working on right now. To make Mama and Papa proud.
Saya sadar akhirnya bahwa jangan pernah menyandarkan kebahagian pada orang lain karena kita tidak tahu kapan orang itu pergi meninggalkan kita. We are in charge of our own happiness and no one shall define our happiness.
Pada akhirnya.. saya sadar bahwa bahagia akan datang dari diri sendiri.
Wednesday, February 5, 2014
Goodbye 2013, Hello 2014
So.. Hi. Happy New Year, Happy Chinese New Year, Happy Australian Day, and happy other occasions that I actually miss. It's funny that how I actually missed the usual new year post, and how I have no enough balls to actually say what I needed to say hence I keep on writing and not hitting the publish button.
Three words to sum up the whole 2013 is: life goes on.
For some people 2013 was a magnificent year as millions of good things going on, in the other hand to some of my close friends, 2013 was a downhill. However for me, 2013 was not as horrible as 2012 but still it will never be the best year. And as time goes by, I realised that 2013 left me nothing to believe. What and who I'd thought to stay, turns out to what I ceased. Them leaving.
Left out. It is not a pleasant feeling. Replaced is worse. I thought distance means nothing when someone or two or three means everything but the reality is the contrary. My heart stop beating, the tears crystallised - not being able to cry a single thing, and a wound open up in my chest.
I graduated high school, moved miles apart from home, alone and starting uni life. Doing what my heart had been longing for since 5 years ago. It felt right, but there will forever be an ongoing doubt asking, "Should I just play safe?". Not that because I didn't enjoy what I've been doing the last six months, not that I feel a burden on my shoulder. Because as we grew up, dreams are all crushed by reality and I am afraid whether this dream will someday crushed by reality as well.
Nevertheless.. life will always go on. No matter the feelings, crushed dreams, or broken fractures.
May 2014 be your year.
ps. I have been listening to Imaginary Future, and I tell you, I'm out of words.
Love,
F
Three words to sum up the whole 2013 is: life goes on.
For some people 2013 was a magnificent year as millions of good things going on, in the other hand to some of my close friends, 2013 was a downhill. However for me, 2013 was not as horrible as 2012 but still it will never be the best year. And as time goes by, I realised that 2013 left me nothing to believe. What and who I'd thought to stay, turns out to what I ceased. Them leaving.
Left out. It is not a pleasant feeling. Replaced is worse. I thought distance means nothing when someone or two or three means everything but the reality is the contrary. My heart stop beating, the tears crystallised - not being able to cry a single thing, and a wound open up in my chest.
I graduated high school, moved miles apart from home, alone and starting uni life. Doing what my heart had been longing for since 5 years ago. It felt right, but there will forever be an ongoing doubt asking, "Should I just play safe?". Not that because I didn't enjoy what I've been doing the last six months, not that I feel a burden on my shoulder. Because as we grew up, dreams are all crushed by reality and I am afraid whether this dream will someday crushed by reality as well.
Nevertheless.. life will always go on. No matter the feelings, crushed dreams, or broken fractures.
May 2014 be your year.
ps. I have been listening to Imaginary Future, and I tell you, I'm out of words.
Love,
F
Subscribe to:
Posts (Atom)